26 Maret 2010

Who's Your Friend ?



“Semua teman karibku merasa muak terhadap aku; dan mereka yang kukasihi, berbalik melawan aku” - Ayub 19:19

Suatu hari seorang lelaki dengan penyakit kulit yang menjijikan duduk seorang diri beralaskan abu. Tak seorangpun dari anak-anaknya datang menghibur, karena mereka semua telah mati. Juga tulang rusuknya tercinta tak sudi duduk di sisinya, apalagi mau mengobati borok-borok busuk yang di sekujur tubuhnya. Tak sudi! Hanya sekeping beling yang setia menggaruk badanya tanpa rasa jijik!

Ayub, orang itu. Ia tak pernah tau bahwa si Iblis telah meminta ‘ijin’ pada Allah untuk mengganggunya. Membuat hidupnya berantakan; menjadikannya miskin mendadak, menyelimuti sekujur tubuhnya dengan barah busuk yang membalut dari telapak kaki sampai kepala. Merampas anak-anak yang dikasihinya, lalu menyeret sang istri untuk mengutuki Tuhan atas penderitannya. Bahkan menyumpahinya untuk mati, “ada uang papa sayang, tak ada uang papa kutendang”. Duh, teganya!




Para sahabat karib juga mulai menjengkelkan. Elifas, Bildad, dan Zofar memvonisnya dengan tuduhan-tuduhan sengit. Ayub adalah terdakwa yang dihukum Tuhan. Ayub adalah pendosa. Ayub adalah orang kafir. Tak ada lagi dukungan atau empati kepada Ayub. Sang pesohor itu ditinggalkan sendirian, tepat disaat dia menjadi seorang pesakitan. Tragis? Pasti!

Biasanya kita mengambil kesimpulan rohani dari kisah Ayub, “bertekun dalam penderitaan”. Tetapi agaknya terlalu dangkal jika hanya sebatas itu. Cobalah sekali-kali kita membacanya sembari menempatkan diri sebagai seorang Ayub itu sendiri. Bagaimana rasanya jika tertimpa kejadian sial bertubi-tubi? Apa yang kita lakukan jika dalam situasi kita membutuhkan dukungan dan penghiburan dari teman, mereka justru nggak nongol? Akankah kita setangguh Ayub saat kita ditinggalkan seorang diri? Atau malah tergoda bujuk rayu si-Iblis untuk memikirkan jalan pintas, yakni mengakhiri hidup alias bunuh diri?

Di saat badai penderitaan menghantam, kita tentu memerlukan –paling tidak- orang-orang terdekat untuk berbagi cerita, sekedar meringankan beban yang menekan bahu kita. Sudah banyak orang yang mengakhiri hidupnya ketika mereka merasa sendirian saat masalah mengusik dan tak mampu diselesaikan seorang diri. Pertanyaannya, bagaimana jika keluhan Ayub ini menjadi keluhan teman kita, “Semua teman karibku merasa muak terhadap aku; dan mereka yang kukasihi, berbalik melawan aku” ? Maka kisah Ayub bukan hanya berbicara tentang bagaimana bersikap terhadap penderitaan, tetapi juga bagaimana kita menjadi teman bagi mereka yang dirundung masalah.

Ingatlah, jika kita kuat, topanglah yang lemah, tetapi jika kita lemah ingatlah tangan Tuhan kita Yesus Kristus yang kuat! Dia akan menopang kita!


sumber : Flo

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Tambahkan Komentar :

Kami ingin mendengar Komentar Anda! Tambahkan komentar atau pemikiran Anda untuk berbagi pengalaman pribadi Anda, yang akan membantu orang lain yang tertarik pada artikel ini.

Catatan: Komentar pada halaman ini tidak akan dipublikasikan untuk diskusi umum.

Harap jangan komentari artikel ini jika Anda tidak memiliki pemikiran/pengalaman pribadi dengan artikel ini.

Untuk pertanyaan atau diskusi yang lebih lanjut tentang artikel ini, silahkan posting di Forum Diskusi kami.

Urutan Komentar: Pertama dan seterusnya, Yang Terbanyak, Yang bermanfaat.