Namanya
Anwar….entah Anwar siapa, sang pemilik nama hanya ingin disapa dengan nama yang
singkat dan sederhana, “Anwar”.
Anwar
sudah lupa kapan tepatnya ia lahir. Namun ia ingat betul kota kelahirannya
adalah Blitar, dan tahun lahirnya 1923.
Tiga
puluh tujuh tahun yang lalu, Anwar bukanlah seorang pengikut Kristus. Ia pergi meninggalkan
istrinya di Malang. Bukan karena tak sayang, tetapi karena ia dikhianati. Dalam
kepolosannya Anwar berpikir, lebih baik orang mengira dialah yang berkhianat,
dari pada nama sang istri yang tercemar. Maka iapun memilih pergi dari
kehidupan istri dan kelima anak yang dikasihinya.
Anwar
tiba di Surabaya pada tahun 1976. Di ibukota Jawa Timur inilah dia bertemu
dengan Ngatini, seorang perempuan muda yang merantau ke Surabaya untuk menjadi
pembantu rumah tangga, namun dijebloskan oleh seorang mucikari ke sebuah tempat
lokalisasi terkenal di sana. Ngatini memohon kepada Anwar agar dapat dilepaskan
dari kehidupan yang sama sekali tidak diharapkannya itu. Awalnya, Anwar mencoba
bernegoisasi dengan “juragan” Ngatini, tetapi karena mahalnya harga yang harus
ditebus saat itu, keduanyapun akhirnya melarikan diri ketika ada kesempatan.
Mereka menikah dan memulai kehidupan bersama sejak saat itu.
Tak
masalah buat Ngatini jika ia harus tinggal di sebuah gubuk kecil yang berdiri
di atas area Pemakaman Kristen Kembang Kuning. Yang penting baginya adalah bisa
hidup damai bersama dengan suaminya. Sementara, untuk memenuhi kebutuhan hidup
sehari-hari, Anwar mengayuh becak yang disewanya dari orang lain dari pagi
hingga petang. Rupiah demi rupiah ia kumpulkan, hingga bisa menyewa sebuah
rumah kos yang cukup layak untuk ditempati bersama Ngatini.
Suatu
hari, seorang rekan pengayuh becak bernama Sarnam alias Thomas, memberi sebuah
buku kecil pada Anwar. Karena tidak bisa membaca, Anwar membuangnya begitu
saja. Tetapi Ngatini merasa buku itu terlalu bagus untuk dibuang, meski ia
sendiri juga belum tahu apa isinya. Ia lalu mengambil kembali buku tersebut. Ketika
mulai membuka lembar demi lambar halaman, tanpa sadar Ngatini menangis. Tetapi
dia belum juga mengerti isi bukunya. Maklum saja, pendidikan Sekolah Dasar yang
tidak selesai membuatnya tidak mengenal bentuk-bentuk hurup lain selain hurup
balok (hurup besar). Iapun memanggil seorang anak untuk membantu membacakan
buku tersebut. Setelah selesai dibacakan, Ngatini benar-benar menangis. Namun
kali ini ia menangis karena kisah tentang Tuhan Yesus yang ada di buku traktat
kecil itu. Itulah saat pertama kalinya Ngatini mengenal siapa Yesus Kristus.

Dari
uang tersebut, bukan hanya nasi dan lauk-pauk yang bisa dibeli, 2 buah
becak-pun dibeli Anwar sebagai modal untuk menghidupi dirinya dan Ngatini. Ia
bertekad membarui hidupnya, bukan sekedar perekonomian, tetapi juga
kerohaniaannya. Iapun semakin rajin menyisihkan penghasilan dari mengayuh becak
untuk membantu teman-teman sesama tukang becak yang miskin. Kiloan beras juga
ia beli dan persembahkan kepada para tukang becak yang sudah tua renta. Bersama
sang istri, Anwar aktif dalam kegiatan ibadah di gereja. Bahkan ia kerap
bersaksi tentang kemurahan Tuhan dalam hidupnya. Tak jarang pula gereja-gereja
di Jawa Timur memanggilnya untuk berkotbah. Namun karena ia seorang yang tidak
bisa baca tulis, maka setiap kali berkhotbah ia selalu didampingi Ngatini yang
bertugas sebagai pembaca Alklitab. Anwar sendiri mengaku selalu mendapat ilham
dari Tuhan tentang ayat apa yang harus dikotbahkannya.
Kini,
pengayuh becak berusia 90 tahun ini memiliki 46 becak. Seluruh becaknya itu ia
sewakan dengan harga yang sangat murah kepada teman-temannya yang mau bekerja.
Meski telah menjadi juragan becak, Anwar tak pernah lalai menyisihkan
penghasilannya untuk menolong mereka yang berkekurangan. Bahkan iapun masih
berkeliling dengan becaknya dari satu sudut ke sudut yang lain di wilayah Kota
Surabaya. Hanya saja, karena menyadari usianya yang sudah senja, Anwar
memodifikasi kendaraan operasionalnya itu dengan ditambah mesin penggerak,
sehingga ia tidak perlu lagi mengayuh.

Kehidupan
yang dilakoni oleh Anwar menghenyakkan bathin kita, bahwa tidak ada satu apapun
yang dapat menghalangi pekerjaan Tuhan; tidak juga keterbatasan-keterbatasan
kita. Setiap kita yang diciptakan oleh DIA, adalah juga yang terpanggil untuk
menyatakan kasih dan kemurahan Bapa bagi sesama. Maka, jangan pernah menjadikan
kekurangan dan ketidaksempurnaan kita sebagai alasan untuk menolak menaburkan
kasih kepada orang lain yang membutuhkan. Sekecil apapun benih kasih
ditaburkan, di tangan Yesus ia akan menjadi pohon berkat yang berbuah dan dapat
dinikmati oleh banyak orang. (flo)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Tambahkan Komentar :
Kami ingin mendengar Komentar Anda! Tambahkan komentar atau pemikiran Anda untuk berbagi pengalaman pribadi Anda, yang akan membantu orang lain yang tertarik pada artikel ini.
Catatan: Komentar pada halaman ini tidak akan dipublikasikan untuk diskusi umum.
Harap jangan komentari artikel ini jika Anda tidak memiliki pemikiran/pengalaman pribadi dengan artikel ini.
Untuk pertanyaan atau diskusi yang lebih lanjut tentang artikel ini, silahkan posting di Forum Diskusi kami.
Urutan Komentar: Pertama dan seterusnya, Yang Terbanyak, Yang bermanfaat.